Pengembangan Sumber Daya Air Tepadu Konsep pengembangan sumberdaya air secara berkelanjutan lahir dari prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang menekankan pada prinsip: kualitas kehidupan dan lingkungan untuk generasi yang akan dating, tidak boleh lebih jelek dari kualitas kehidupan dan lingkungan yang diterima oleh generasi saat ini. Prinsip ini kemudian ditindak lanjuti pada UNCED Tahun 1992 di Rio de Jeneiro dengan menghasilkan Agenda 21, Chapter 18 yang merupakan panduan dalam mengembangkan sumber air secara terpadu dan berlanjut, yang menekankan bahwa pengembangan dan pengelolaan sumber daya air secara terpadu dan berkelanjutan harus: · Direncanakan secara terpadu dan holistic untuk mencegah kekurangan air dan pencemaran Memenuhi kebutuhan dasar manusia dan melestarikan ekosistem sebagai prioritas utama · Pemakaian air seharusnya dipungut biaya sepantasnya. Semua negara harus : Mempunyai program pengelolaan air atas dasar daerah
CONTOH KASUS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. Monopoli Pengelolaan Sumber Daya Air Permasalaan lain DAS adalah adanya monopoli pengelolaan sumber daya air. Menurut Marwan Batubara (2010), intervensi Bank Dunia dalam pengelolaan sungai mengarah pada dua hal, yaitu mendorong ketergantungan Indonesia akan sumber pendanaan dari lembaga keuangan internasional khususnya Bank Dunia baik dalam bentuk utang dan hibah, serta memuluskan program privatisasi. Ketergantungan pendanaan bisa dilihat dari berbagai rekomendasi yang diberikan Bank Dunia dari setiap proyek yang dijalankan. Alasan utama Bank Dunia mendorong privatisasi adalah memberikan peran yang lebih besar bagi swasta dengan mengurangi monopoli Negara khususnya pemerintah dalam pengelolaan sungai. Asumsi Bank Dunia dengan masuknya swasta, maka pengelolaan air dan sungai menjadi lebih efisien dan pengelolaan yang lebih baik. Kenyataannya, privatisasi menimbulkan monopoli dalam bentuk lain. Jika sebelumnya monopoli dilakukan Negara